Aspek Halal sebagai Bagian yang Penting Dalam Perlindungan Konsumen.
Aspek Halal sebagai Bagian yang Penting Dalam Perlindungan Konsumen.
Alhamdulillah, kesadaran halal dan sosialisasinya terus tumbuh, berkembang dan meluas dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi halal pun, kini, bukan hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam atau keagamaan saja, melainkan juga oleh kalangan industri dan bisnis.
Image Program sosialisasi halal itu dilakukan dalam rangkaian agenda “Sosialisasi Bidang Perlindungan Konsumen” dan diikuti oleh kalangan industri maupun perdagangan. Topik-topik yang disajikan antara lain tentang perlindungan konsumen dan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, Penegakan Hukum di Bidang Perlindungan Konsumen, Pengawasan Produk Makanan Asal Hewan, dan Aspek Kehalalan Sebagai Bagian dari Perlindungan Konsumen.
“Aspek halal itu merupakan bagian dari perlindungan konsumen yang sangat penting dan harus kita perhatikan,” Apalagi bila mengingat bahwa lebih dari 80% penduduk Jawa Timur pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya, beragama Islam. Maka tentu aspek kehalalan itu tak dapat dilepaskan dari ketentuan dalam perlindungan konsumen yang dimaksud di dalam Undang-undang, demikian Pimpinan Pusat LPKSM-JATIM ini menambahkan penjelasannya.
Kaidah Agama dan Otoritas Ulama
“Ketentuan Halal itu merupakan kaidah agama dengan otoritas dari para ulama”,. Kami dari LP.POM-MUI hanya melakukan audit atau penelitian terhadap berbagai aspek produksi pangan, obat-obatan dan kosmetika yang diamanatkan kepada kami. Audit atau penelitian yang mendalam dilakukan, mulai dari bahan baku, proses pengolahan sampai produk jadi dan pengemasannya,” Wakil Direktur LP.POM-MUI ini menjelaskan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam proses sertifikasi halal kepada para peserta, dalam program “Sosialisasi Bidang Perlindungan Konsumen” itu.
“Penelitian atau audit itu bahkan juga dilakukan terhadap proses transportasinya! Karena mungkin saja terjadi, sebagai contoh, daging sapi yang halal, juga disembelih secara halal, tetapi kemudian dalam pengangkutannya, bercampur dengan daging yang tidak halal. Misalnya daging babi. Maka produk daging sapi itu tentu jadi tercemar atau terkontaminasi dengan produk yang tidak halal. Sehingga akhirnya jadi meragukan, iya ‘kan,” ujarnya mengemukakan pertanyaan retoris seraya menjelaskan argumentasinya bahwa proses audit dalam sertifikasi halal itu dilakukan dengan sangat teliti dan mendalam.
“Hasil audit dalam rangkaian sertifikasi halal itu kemudian dilaporkan kepada para ulama melalui Komisi Fatwa MUI, untuk selanjutnya dibahas dan diputuskan ketetapannya, apakah halal ataukah tidak,”.
“Jadi tidak sembarang orang boleh menyatakan suatu produk pangan itu halal atau haram. Karena itu merupakan bidang keagamaan, dan tentu dengan otoritas para ulama yang memang menguasai bidang tersebut,”.
Alhamdulillah, kesadaran halal dan sosialisasinya terus tumbuh, berkembang dan meluas dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi halal pun, kini, bukan hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam atau keagamaan saja, melainkan juga oleh kalangan industri dan bisnis.
Image Program sosialisasi halal itu dilakukan dalam rangkaian agenda “Sosialisasi Bidang Perlindungan Konsumen” dan diikuti oleh kalangan industri maupun perdagangan. Topik-topik yang disajikan antara lain tentang perlindungan konsumen dan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, Penegakan Hukum di Bidang Perlindungan Konsumen, Pengawasan Produk Makanan Asal Hewan, dan Aspek Kehalalan Sebagai Bagian dari Perlindungan Konsumen.
“Aspek halal itu merupakan bagian dari perlindungan konsumen yang sangat penting dan harus kita perhatikan,” Apalagi bila mengingat bahwa lebih dari 80% penduduk Jawa Timur pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya, beragama Islam. Maka tentu aspek kehalalan itu tak dapat dilepaskan dari ketentuan dalam perlindungan konsumen yang dimaksud di dalam Undang-undang, demikian Pimpinan Pusat LPKSM-JATIM ini menambahkan penjelasannya.
Kaidah Agama dan Otoritas Ulama
“Ketentuan Halal itu merupakan kaidah agama dengan otoritas dari para ulama”,. Kami dari LP.POM-MUI hanya melakukan audit atau penelitian terhadap berbagai aspek produksi pangan, obat-obatan dan kosmetika yang diamanatkan kepada kami. Audit atau penelitian yang mendalam dilakukan, mulai dari bahan baku, proses pengolahan sampai produk jadi dan pengemasannya,” Wakil Direktur LP.POM-MUI ini menjelaskan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam proses sertifikasi halal kepada para peserta, dalam program “Sosialisasi Bidang Perlindungan Konsumen” itu.
“Penelitian atau audit itu bahkan juga dilakukan terhadap proses transportasinya! Karena mungkin saja terjadi, sebagai contoh, daging sapi yang halal, juga disembelih secara halal, tetapi kemudian dalam pengangkutannya, bercampur dengan daging yang tidak halal. Misalnya daging babi. Maka produk daging sapi itu tentu jadi tercemar atau terkontaminasi dengan produk yang tidak halal. Sehingga akhirnya jadi meragukan, iya ‘kan,” ujarnya mengemukakan pertanyaan retoris seraya menjelaskan argumentasinya bahwa proses audit dalam sertifikasi halal itu dilakukan dengan sangat teliti dan mendalam.
“Hasil audit dalam rangkaian sertifikasi halal itu kemudian dilaporkan kepada para ulama melalui Komisi Fatwa MUI, untuk selanjutnya dibahas dan diputuskan ketetapannya, apakah halal ataukah tidak,”.
“Jadi tidak sembarang orang boleh menyatakan suatu produk pangan itu halal atau haram. Karena itu merupakan bidang keagamaan, dan tentu dengan otoritas para ulama yang memang menguasai bidang tersebut,”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: