Perkembangan Perilaku Konsumen dan Pendekatan Pemasaran
Green Consumerism dan Green Marketing :
Perkembangan Perilaku Konsumen dan Pendekatan Pemasaran
GREEN Consumerism, sebagai kelanjutan dari gerakan konsumerisme global yang dimulai dari adanya kesadaran konsumen akan hak-haknya untuk mendapatkan produk yang layak dan aman yang muncul sekitar tahun tujuh puluhan, muncul dari konteks situasi di atas sehingga tuntutan terhadap produk yang ramah lingkungan (enviroment friendly) semakin kuat.
Konsumerisme, yang sering salah kaprah diartikan orang sebagai gaya hidup konsumtif padahal istilah ini digunakan untuk sebuah gerakan konsumen yang bertujuan mendapatkan perlindungan atas hak-haknya, adalah manifestasi dari buyer power yang semakin dominan di pasar karena konsumen semakin cerdas , sadar betul akan hak-haknya, serta bisa memperjuangkannya melalui aksi-aksi dan penyebaran ide melalui media massa.
Konsumerisme membuat konsumen menjadi sebuah pressure group yang efektif. Green Consumerism didefinisikan sebagai “ the use of individual consumer preference to promote less enviromentally damaging products and services” (Smith, 1998). Yang menarik dari definisi ini adalah bahwa green consumerism muncul dari kesadaran dan pembentukan preferensi konsumen individual terhadap produk yang ingin dikonsumsinya. Green consumerism muncul dari kesadaran yang muncul dari setiap individu. Selanjutnya, produk yang diinginkan bukan yang benar-benar “hijau”, namun cukup yang sedikit berkurang tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkannya. Hal ini menunjukkan kepahaman bahwa menciptakan produk yang seratus persen aman bagi
lingkungan sangat sulit dicapai. Terlalu banyak trade off baik itu terhadap harga, ketahanlamaan (durability), product performance, kenyamanan, dan kriteria lain-lain Bahkan klaim-klaim dari perusahaan-perusahaan tertentu bahwa produk mereka telah ramah lingkungan, menurut hasil beberapa survey, terbukti mulai sangat diragukan oleh kebanyakan konsumen.
Peningkatan ini dicetuskan oleh adanya kekhawatiran besar kemungkinan terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan saja kesehatan, namun bahkan sampai kelangsungan hidup kita dan keturunan kita. Bukti-bukti yang ditunjukkan para saintis dan pemerhati lingkungan, seperti ancaman penipisan lapisan ozon yang secara langsung memperbesar prevalensi kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global, memperkuat alasan kekhawatiran tersebut.
Belum lagi masalah hujan asam, efek rumah kaca, polusi udara dan air yang sudah pada taraf sangat berbahaya, kebakaran dan penggundulan hutan yang mengancam jumlah oksigen di atmosfir kita, sampai masalah sampah yang membuat pusing pemda. Semuanya menyebabkan isu lingkungan semakin mengemuka dan puncaknya adalah dengan diselenggarakannya Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dan baru-baru ini diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2008. Dalam situasi seperti ini lah muncul apa yang disebut Green Consumerism.
Terdapat pilihan-pilihan strategi untuk mengkapitalisasi meningkatnya permintaan produk hijau. Di antaranya:
1. Menciptakan produk dengan karakter dan komposisi yang memiliki dampak kepada lingkungan yang lebih kecil.
2. Meningkatkan penggunaan bahan mentah yang lebih efisien atau yang renewable (terbarukan). Kertas misalnya tidak lagi hanya bisa dibuat dari bubur kertas yang berasal dari batang kayu. Bambu dan beberapa tanaman alternatif lain yang memiliki serat yang lebih panjang dan halus dapat menekan penggundulan hutan.
3. Mengefisienkan penggunaan kemasan dan penggunaan bahan kemasan yang bio degradable atau minimal bisa digunakan berulang-ulang (re-use).
4. Mengefisienkan pemakaian energi dalam proses produksi.
5. Meningkatkan ketahanlamaan (durability).
GREEN MARKETING
Buddi Wibowo, SE., MM.,
Staf Pengajar FEUI dan Lembaga
Management FEUI
Perkembangan Perilaku Konsumen dan Pendekatan Pemasaran
GREEN Consumerism, sebagai kelanjutan dari gerakan konsumerisme global yang dimulai dari adanya kesadaran konsumen akan hak-haknya untuk mendapatkan produk yang layak dan aman yang muncul sekitar tahun tujuh puluhan, muncul dari konteks situasi di atas sehingga tuntutan terhadap produk yang ramah lingkungan (enviroment friendly) semakin kuat.
Konsumerisme, yang sering salah kaprah diartikan orang sebagai gaya hidup konsumtif padahal istilah ini digunakan untuk sebuah gerakan konsumen yang bertujuan mendapatkan perlindungan atas hak-haknya, adalah manifestasi dari buyer power yang semakin dominan di pasar karena konsumen semakin cerdas , sadar betul akan hak-haknya, serta bisa memperjuangkannya melalui aksi-aksi dan penyebaran ide melalui media massa.
Konsumerisme membuat konsumen menjadi sebuah pressure group yang efektif. Green Consumerism didefinisikan sebagai “ the use of individual consumer preference to promote less enviromentally damaging products and services” (Smith, 1998). Yang menarik dari definisi ini adalah bahwa green consumerism muncul dari kesadaran dan pembentukan preferensi konsumen individual terhadap produk yang ingin dikonsumsinya. Green consumerism muncul dari kesadaran yang muncul dari setiap individu. Selanjutnya, produk yang diinginkan bukan yang benar-benar “hijau”, namun cukup yang sedikit berkurang tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkannya. Hal ini menunjukkan kepahaman bahwa menciptakan produk yang seratus persen aman bagi
lingkungan sangat sulit dicapai. Terlalu banyak trade off baik itu terhadap harga, ketahanlamaan (durability), product performance, kenyamanan, dan kriteria lain-lain Bahkan klaim-klaim dari perusahaan-perusahaan tertentu bahwa produk mereka telah ramah lingkungan, menurut hasil beberapa survey, terbukti mulai sangat diragukan oleh kebanyakan konsumen.
Peningkatan ini dicetuskan oleh adanya kekhawatiran besar kemungkinan terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan saja kesehatan, namun bahkan sampai kelangsungan hidup kita dan keturunan kita. Bukti-bukti yang ditunjukkan para saintis dan pemerhati lingkungan, seperti ancaman penipisan lapisan ozon yang secara langsung memperbesar prevalensi kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global, memperkuat alasan kekhawatiran tersebut.
Belum lagi masalah hujan asam, efek rumah kaca, polusi udara dan air yang sudah pada taraf sangat berbahaya, kebakaran dan penggundulan hutan yang mengancam jumlah oksigen di atmosfir kita, sampai masalah sampah yang membuat pusing pemda. Semuanya menyebabkan isu lingkungan semakin mengemuka dan puncaknya adalah dengan diselenggarakannya Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dan baru-baru ini diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2008. Dalam situasi seperti ini lah muncul apa yang disebut Green Consumerism.
Terdapat pilihan-pilihan strategi untuk mengkapitalisasi meningkatnya permintaan produk hijau. Di antaranya:
1. Menciptakan produk dengan karakter dan komposisi yang memiliki dampak kepada lingkungan yang lebih kecil.
2. Meningkatkan penggunaan bahan mentah yang lebih efisien atau yang renewable (terbarukan). Kertas misalnya tidak lagi hanya bisa dibuat dari bubur kertas yang berasal dari batang kayu. Bambu dan beberapa tanaman alternatif lain yang memiliki serat yang lebih panjang dan halus dapat menekan penggundulan hutan.
3. Mengefisienkan penggunaan kemasan dan penggunaan bahan kemasan yang bio degradable atau minimal bisa digunakan berulang-ulang (re-use).
4. Mengefisienkan pemakaian energi dalam proses produksi.
5. Meningkatkan ketahanlamaan (durability).
GREEN MARKETING
Buddi Wibowo, SE., MM.,
Staf Pengajar FEUI dan Lembaga
Management FEUI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: